Oleh: PH&H, Public Policy Interest Group
1. PENDAHULUAN
Rencana pemerintah untuk meningkatkan Tingkat Kandungan Lokal Dalam Negeri (TKDN) sampai dengan 35 persen untuk beberapa industri termasuk industri makanan dan minuman adalah kebijakan dalam rangka pemulihan ekonomi nasional
Industri Makanan dan Minuman merupakan bagian dari industri pengolahan hilir yang menjadi sasaran kebijakan Kementerian Perindustrian untuk Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN). Kebijakan peningkatan TKDN pada dasarnya dikenakan pada industri hilir makanan dan minuman, khususnya untuk industri susu adalah berarti akan ditingkatkannya penggunaan bahan baku susu yang berasal dari peternakan sapi perah dalam negeri yang merupakan industri hulu. Sebagian besar, bahkan mendekati seluruhnya susu sapi dari para peternak sapi telah diserap oleh Industri Hilir Susu dan itu baru memenuhi sekitar 20 persen dari kebutuhan. Sehingga kebijakan peningkatan TKDN untuk Industri makanan dan Minuman khususnya susu pada dasarnya harus lebih diarahkan untuk peningkatan kualitas dan kuantitas peternakan sapi perah yang menghasilkan Susu Segar Dalam Negeri (SSDN)
Industri Hilir Susu sebagaimana layaknya suatu usaha sudah tentu akan menggunakan susu dari dalam negeri untuk bahan baku industrinya sepanjang kualitas dan harga memenuhi kelayakan keekonomiannya. Dengan demikian kebijakan pemerintah untuk meningkatkan TKDN pada Industri Susu pada dasarnya adalah kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kualitas, kuantitas dan keekonomian usaha SSDN. Kebijakan ini merupakan kebijakan yang sangat didukung mengingat sebagian besar peternakan susu sapi adalah perorangan, koperasi dan UMKM. Kemitraan antara Industri Hilir dan Industri Hulu persusuan selayaknya dilaksanakan dengan fasilitasi pemerintah dengan prinsip saling menguntungkan keduanya, hulu dan hilir
2. KEBIJAKAN PENINGKATAN PENGGUNAAN PRODUKSI DALAM NEGERI (P3DN)
- Pemerintah dengan Peraturan Presiden No. 28 tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional menetapkan strategi penguatan, pendalaman dan penumbuhan 6 (enam) klaster industri prioritas kandungan lokal, yang didalamnya tercantum strategi kebijakan kandungan lokal untuk industri yakni: 6 (enam) industri prioritas: manufaktur, berbasis agro, alat angkut, elektronika dan telematika, penunjang industri kreatif dan industri kreatif tertentu serta industri kecil dan menengah tertentu.
- Undang-undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, antara lain mengatur K/L untuk untuk meningkatkan penggunaan produk dalam negeri. Dengan Ketentuan dan tata cara penghitungan tingkat komponen dalam negeri merujuk pada ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri
- Kemenperin menetapkan strategi pencapaian target substitusi impor hingga 35 persen pada tahun 2022 sebagai langkah pemulihan ekonomi nasional. melalui peningkatan investasi baru, implementasi peta jalan, Making Indonesia 4.0, serta optimalisasi program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN).
- Tindakan pemerintah dapat berupa larangan terbatas untuk registrasi dan perizinan impor, minimum impor price (MIP), dan kuota impor
3. SUBSTITUSI IMPOR UNTUK INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN
- Ditargetkan substitusi impor industri pengolahan sebesar 35 persen pada 2022 diperkirakan bakal mengurangi kebutuhan impor bahan baku makanan dan minuman sebesar Rp3,6 triliun.
- Direktorat Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengemukakan substitusi impor dilakukan untuk meningkatkan utilisasi industri pengolahan di dalam negeri dari rata-rata sebesar 60 persen pada 2020 menjadi 85 persen pada 2022. Kalau di dalam negeri tidak tersedia sesuai UU Perindustrian pemerintah wajib menjamin ketersediaan bahan baku dari impor. Khusus untuk industri makanan dan minuman, terdapat empat industri yang akan menjadi fokus substitusi bahan baku, yakni industri pengolahan susu, industri pengolahan buah, gula berbasis tebu, dan industri pemurni jagung. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan produksi senilai Rp 11,26 triliun pada 2022. Pengendalian impor bahan baku dengan menyusun produk dalam daftar larangan dan pembatasan (lartas), melakukan pengecekan sebelum pengiriman, pengalihan pelabuhan kedatangan ke luar Jawa, menaikkan tarif untuk most favourable nations (MFN), wajib SNI, dan penerapan TKDN dengan tegas. “Penguatan struktur industri makanan dan minuman harus diambil mengingat penduduk Indonesia lebih dari 260 juta jiwa yang harus dipenuhi kebutuhannya,”
4. FAKTA TENTANG INDUSTRI HULU SUSU DARI PETERNAKAN SAPI PERAH
- Produktivitas sapi perah nasional mengalami stagnasi, rata-rata produksi susu berkisar antara 8-12 liter per hari, dengan skala pemeliharaan per KK peternak 2-3 ekor induk. Selain itu 90% dari produksi susu dihasilkan dari peternakan rakyat, sehingga kualitas dan produktivitas belum dapat memenuhi permintaan susu di dalam negeri, sehingga sebagian besar masih harus impor
- Faktor yang berpengaruh :mengapa pertumbuhan produksi susu rendah adalah karena, adalah:
- Produktivitas susu sapi perah rendah.
- Pemilikan sapi perah peternak masih dibawah skala ekonomis.
- Keterbatasan lahan dalam pengembangan hijauan makanan ternak dan kualitas pakan rendah,
- Permodalan dan sarana usaha peternak perah terbatas
- Struktur harga susu dalam neger idi daerah sentra berbeda-beda
5. FAKTA TENTANG INDUSTRI HILIR DENGAN BAHAN BAKU SUSU DARI PETERNAKAN SAPI PERAH
- Industri makanan-minuman dengan bahan baku susu sapi membutuhkan susu ± 4 juta ton (equivalent)
- Susu sapi dari peternakan sapi domestik: 0.9 juta ton (22%) ditargetkan menjadi 41 persen tahun 2021 dengan kualitas semakin baik sebagai catatan sebelum Inpres 4 Tahun 1998, SSDN pernah memenuhi 41% kebutuhan dalam negeri (https://ditjennak.pertanian.go.id/permentan-no-26-tahun-2017-lahir-untuk-wujudkan-kemandirian-pangan-dan-tingkatkan-kesejahteraan-peternak)
- Impor susu (skim milk powder, anhydrous milk fat, dan butter milk powder): 3.1 juta ton (78%). dari berbagai negara seperti Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat, dan Uni Eropa. Pada tahun 2019 nilai impor susu untuk Industri Pengolahan Susu senilai Rp 720 miliar
- 58 industri pengolahan susu yang beroperasi di Indonesia, menyerap SSDN, namun produksi susu segar cenderung terus turun dan dan kualitasnya masih rendah.
- Industri pengolahan susu merupakan salah satu bagian dari subsektor industri makanan dan minuman. Subsektor ini sebagai kelompok industri strategis dan mempunyai prospek yang cukup cerah untuk dikembangkan.
- Laju pertumbuhan industri makanan dan minuman sebesar 8,46 persen,
- Peran subsektor industri makanan dan minuman pada PDB industri non migas terbesar dibandingkan subsektor lainnya, yaitu mencapai 37,42 persen pada tahun 2016,
- Dari segi perdagangan internasional, nilai ekspor produk makanan dan minuman mengalami neraca perdagangan yang positif. dab perkembangan realisasi investasi sub sektor ini terus mengalami kenaikan
6. PERTUMBUHAN INDUSTRI HILIR SUSU OLAHAN JAUH LEBIH TINGGI DIBANDING INDUSTRI HULUNYA
Sekalipun konsumsi susu per kapita Indonesia (16,23 Kg/Cap) adalah yang terendah dibanding negara Asia lainnya namun pertumbuhan konsumsi susu nasional sebesar 5%. Hal ini tidak sejalan dengan peningkatan produksi SSDN yang hanya sekitar 2%.
Kebutuhan susu jauh lebih besar dibanding produksinya
Industri hilir susu segar adalah pengguna terbanyak produksi susu segar
7. CETAK BIRU PERSUSUAN INDONESIA DARI KEMENKO PEREKONOMIAN CUKUP JELAS, NAMUN PENCAPAIAN MASIH JAUH DARI TARGET
Tahapan Pelaksanaan yang direncanakan Kementerian Perekonomian untuk Tahun 2015 – 2020 serta realisasinya adalah sebagai berikut:
- Peningkatan konnsumsi Susu Segar Dalam Negeri (SSDN) 20 l per capita, pada realisasinya pada Tahun 2019 tercapai 16.23 l per capita
- Peningkatan populasi ternak perah à5 juta ekor dan terbentuknya klaster pembibitan sapi perah. Realisasinya adalah 565.001 (tahun 2019) dan 568,265 ekor (tahun 2020) (Sumber: BPS)
- Peningkatan produksi SSDN à prodktivitas 4.000 per ekor laktasi. Realisasinya produksi SSDN 947.685 ton (tahun 2020) berarti hanya 1.67 ton/ekor
- Pertumbuhan Industri Pengolahan Susu à 10 persen
- Peningkatan kemampuan peternak dalam mengelola ternak perah dan penanganan pasca panen
- Peningkatan pendapatan peternak à skala usaha 7 ekor per KK
Secara keseluruhan produksi SSDN hanya mampu memenuhi 22% kebutuhan nasional, jauh dari target 60% pada Tahun 2025
Target yang hendak dicapai pada periode Tahun 2021-2025 yakni: “Terwujudnya jaminan kemanan dan kemandirian panga nasal susu Indonesia untuk menjamin tersedianya produk susu yang cukup, aman, sehat, utuh, halal, berkualitas dan berdaya saing dengan harga yang kompetitif, yang mengarah pada masyarakat Indonesia cerdas, mandiri, berdaulat dan sejahtera” dikhawatirkan hanya menjadi slogan saja, karena realisasinya jauh dari hal tersebut.
8. PERATURAN PERUNDANGAN TERKAIT DENGAN SUSU DARI PETERNAK DAN INDUSTRI PENGOLAHAN
- PP 14/2015 tentang RIPIN:
Kontribusi industri dalam Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 30% (tiga puluh persen); mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan baku, bahan penolong, dan barang modal. PP ini sudah jelas targetnya, namun pelaksanaannya harus dijabarkan dengan Peraturan Menteri yang aplikatif
- Permentan 33/2018 jo Permentan 30/208 jo Permentan 26/2017:
Permen ini mengatur Peningkatan produksi Susu Segar Dalam Negeri (SSDN) dengan perbaikan mutu benih/bibit, pakan, manajemen, pendampingan, peningkatan populasi. Serta penataan peredaran peternak, koperasi, pelaku usaha. Pengaturan harga serta wajib melakukan Kemitraan (Ps 26) antara Pelaku Usaha dengan Koperasi, Peternak, Kelompok Peternak. Pemanfaatan SSDN sesuai kapasitas riil Pelaku Usaha yang dihitung oleh Tim. Kemitraan berupa: promosi saling mengntungkan, penyediaan sarana produksi,dan permodalan. Produksi susu olahan di unit pengolahan susu milik sendiri atau bekerja sama (toll manufacturing) dengan Pelaku Usaha yang telah memiliki unit pengolahan susu. Pelaksanaan atas Permen ini kemitraan pemanfaatan SSDN antara peternak dengan Pelaku Usaha (Industri Hilir Pengolahan Susu) lebih ditekankan pada inisiatif Pelaku Usaha dan untuk program tersebut telah ditunjuk Tim Kemitraan yang seharusnya mefasiltasi program kemitraan tersebut. Namun sampai saat ini program ini terkesan rileks, belum menunjukkan hasil sebagaimana yang diharapkan pemerintah. Perlu langkah pemerintah untuk mempercepat program dari sisi peternak. Diperlukan insentif baik fiskal maupun non fiskal gar program kemitraan dapat berjalan baik.
9. RAPAT KOORDINASI MENPERIN DENGAN PELAKU USAHA SUSU OLAHAN
Pada Rapat Koordinasi Kementerian Perindustrian dengan pelaku usaha Susu Olahan pada tanggal 8 Desember 2021, dibahas hal sebagai berikut:
- Industri memerlukan 4 (empat) juta ton ekivalen susu segar dari SSDN dan baru tercapai 0.9 juta ton (22%) dan dari impor 3.1 juta ton (78%);
- Target SSDN untuk Industri Susu Olahan dari 22% pada Tahun 2019 menjadi 40% pada tahun 2025 dan Target impor dari 78% persen dengan nilai Rp 720 miliar pada Tahun 2019, menjadi Rp 540 miliar pada Tahun 2021 dan selanjutnya menjadi Rp 470 miliar pada Tahun 2022
10. KEBIJAKAN UMUM PEMERINTAH
Sejalan dengan UU Cipta Kerja ditujukan untuk peningkatan investasi dan lapangan kerja, untuk itu Presiden mengisntruksikan agar substitusi impor sampai dengan 35%. Keputusan ini diharapkan setelah pandemi reda dan ekonomi pulih dan ditargetkan pada Industri dengan nilai impor tinggi termasuk Industri Makanan dan Minuman khususnya Susu Olahan. Kebijakan ini jika ditujukan pada industri susu olahan agar menggunakan SSDN, maka pada dasarnya masalah yang terjadi lebih banyak pada kurangnya kuantitas dan kualitas SSDN sebagai bahan baku industri susu olahan sehingga tidak dapat dihindari untuk impor. Kebijakan yang dikenakan untuk industri hilir namun pada kenyataannya masalahnya pada industri hulu
11. ISU POKOK INDUSTRI MAKANAN MINUMAN KHUSUSNYA SUSU OLAHAN SEHUBUNGAN DENGAN KEBIJAKAN PENINGKATAN TKDN (35%)
Isu pokok yang timbul dari kebijakan peningkatan TKDN sampai dengan 35 persen adalah:
- Kurangnya bahan baku (industri hulu) baik kualitas maupun kuantitas
- Dalam beberapa hal naiknya penggunaan bahan baku dihambat oleh perdagangan internasional, misalnya EU ban atas produk berbahan baku sawit
- Kebijakan pemerintah untuk kemitraan antara industri pengolahan susu dengan peternakan susu perah tidak didukung dengan fasilitasi yang mencukupi, sehingga multiplier effect nya tidak didapatkan
- “Pemaksaan” TKDN 35% misalnya dengan restriksi impor bahan baku susu, sementara produksi susu peternakan belum mencukupi baik kuantitas maupun kualitas hanya akan menyebabkan menurunnya produksi susu olahan yang akan berakibat negatif pada konsumsi masyarakat
Pemaksaan” peningkatan TKDN pada industri hilir pengolahan susu tanpa ada peningkatan produksi SSDN akan menghambat pertumbuhan bahkan mengurangi produksi susu olahan yang akan berdampak luas pada konsumen masyarakat, investasi dan kesempatan kerja
12. PERLUNYA KEBIJAKAN PADA INDUSTRI HULU SUSU
Dari pengamatan dan referensi berbagai sumber terpuruknya peternakan sapi perah saat ini dan peningkatan produksinya perlu dibantu dengan fasilitasi sebagai berikut
- Pemilihan bibit sapi berkualitas, dan teknologi Inseminasi buatan
- Penyediaan pakan dan nutrisi yang memadai
- Tenaga ahli (Kesehatan, teknologi produksi, pemasaran dsb) yang berpengalaman dan mengikuti perkembangan terkini (e commerce dsb)
- Sistem perencanaan yang baik dengan informasi lengkap termasuk sistem bisnis dan keuangan
- Teknologi perkandangan yang sesuai dan penggunaan mesin perah, mesin pendingin, dan mesin pengolahan yang modern
13. KESIMPULAN
- Peningkatan TKDN untuk Industri Makanan dan Minuman khususnya Susu olahan sebagai industri hilir lebih banyak disebabkan pada faktor di industri hulunya karena produksi SSDN dari peternakan yang masih rendah dan jauh dari mencukupi untuk memenuhi keperluan Industri Hilir Pengolahan Susu
- Telah diidentifikasikan oleh Pemerintah/Kemenko Perekonomian kelemahan-kelemahan pada industri SSDN namun langkah-langkah yang dilaksanakan masih jauh dari mencukupi terbukti dari peningkatan produksi SSDN masih sangat rendah sementara peningkatan industry hilir jauh lebih tinggi
- Kebijakan pemerintah untuk meningkatkan TKDN positif namun tindakan yang direncanakan akan diambil lebih banyak bersifat represif, a.l: registrasi dan perizinan impor, minimum impor price (MIP), dan kuota impor
- Teridentifikasi kemitraan antara Industri Pengolahan Susu Sapi dengan Peternak (Perorangan, Koperasi, UMKM) masih rendah yang disebabkan antara lain memerlukan investasi yang besar dan belum diikuti dengan perhitungan keekonomian yang layak
14. REKOMENDASI
- Kebijakan yang ditetapkan terkait dengan substitusi impor dengan maksud untuk peningkatan investasi dan lapangan usaha sangat positif namun demikian perlu memperhatikan ekonomi yang belum pulih sebagai dampak pandemi
- Target substitusi impor tidak hanya dipandang dari industri hilir yang menghasilkan prioduk jadi akan tetapi juga industri hulunya. Dalam hal susu adalah perlunya kenaikan SSDN dari peternakan sapi perah
- Target subsitusi impor untuk industri makanan dan minuman harus memperhatikan pengaruhnya pada kesejahteraan rakyat dan perekonomian karena konsumen industri makanan dan minuman adalah masyarakat luas, bahkan beberapa produk makanan dan minuman terkait dengan Kesehatan masyarakat
- Langkah nyata dengan koordinasi K/L (Kemenkoperek, Kementan, Kemenperin, Kemendes, Kemendagri, Kemen BUMN) serta Pemerintah Daerah untuk mengambil langkah kongkrit peningkatan produksi dan kualitas SSDN dengan sasaran yang jelas, a.l pada aspek: Pemilikan sapi perah pada skala ekonomis, peningkatan lahan untuk hijauan makanan ternak, peningkatan kualitas pakan, peningkatan permodalan, peningkatan sarana, mengatur tata niaga dan harga susu antara hulu dan hilir
- Menata dan mendorong kemitraan Industri Hilir Pengolahan Susu dengan Peternak dengan tujuan utama penyerapan hasil peternakan oleh industri dengan maksimum serta pembinaan agar kualitas susu sampai pada tingkat yang diterima oleh Industri hilir pengolahan susu
- Program Kemitraan antara Pelaku Usaha Industri Susu Olahan dengan Peternak SSDN (toll manufacturing) memerlukan investasi yang besar dan harus dihitung keekonomiannya sehingga menguntungkan peternak dan tidak merugikan usaha Pelaku Usaha
- Sepanjang kebutuhan Pelaku Usaha akan SSDN belum dapat terpenuhi sebaiknya tidak dikenakan pembatasan impor bahan baku karena akan berdampak luas pada kebutuhan masyarakat dan kelangsungan usaha
- Perlu ditetapkan insentif untuk peningkatan SSDN dan penyerapannya oleh pelaku usaha. Insentif baik fiskal maupun non fiskal