Secara peraturan perundang undangan, pengembangan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Danau Toba dipayungi oleh Peraturan Presiden (Perpres) No. 60 Tahun 2021 Tentang Penyelamatan Danau Prioritas Nasional. Dengan Perpres tersebut seharusnya pengembangan Danau Toba dapat berjalan dengan lancar tetapi pada kenyataan tidak demikian. Hambatan kebijakan di lapangan cukup banyak dan ini menghambat pengembangan Danau Toba sebagai salah satu dari lima (5) daerah pariwisata super prioritas yahg dicanangkan oleh Presiden Jokowi.
Pembangunan fisik di Kawasan KSPN Danau Toba dilakukan oleh Kementerian PUPR dan Kementerian Perhubungan dengan menggunakan dana APBN. Kementerian PUPR dalam pembangunan fisik harus menghadapi masyarakat pemilik lahan. Seharusnya urusan pembebasan atau pengalihan hak guna lahan dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Persoalan ini menjadi persoalan utama yang menghambat pembangunan infrastruktur di Kawasan KSPN Danau Toba.
Berdasarkan kunjungan ke Danau Toba beberapa kali dan bertemu dengan para pengambil keputusan, ternyata di KSPN Danau Toba muncul kebingungan tentang siapa bertanggungjawab apa dalam penanganan KSPN Danau Toba. Dari Pemerintah Pusat ada keterlibatan Kementerian PUPR, Kementerian Perhubungan dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang melakukan pembangunan fisik di KSPN Danau Toba menggunakan dana APBN, seperti membangun dermaga, kapal penyeberangan dan infrastruktur pariwisata lainnya. Hambatan utama di lapangan adalah persoalan alih guna lahan yang seharusnya menjadi tanggungjawb Pemerintah Daerah bukan kementerian teknis seperti yang saat ini terjadi.
Persoalan lain yang selama ini menghambat pembangunan di KSPN Danau Toba adalah pembagian kewenangan antara kementerian teknis, pemerintah propinsi/kabupaten/kota, Badan Otorita Danau Toba (BODT) yang merupakan BLU Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Badan Pengelola Transportasi Daerah, PT ASDP dan sebagainya. Pelaksana dan masyarakat KSPN Danau Toba masih bingung atas peran dan tanggungjawab instansi diatas.
Misalnya, setelah infrastruktur dibangun oleh Kementerian PUPR dan Kementerian Perhubungan, siapa yang bertanggungjawab untuk merawat dan mengoperasikan prasarana dan sarana yang sudah dibangun dengan dana APBN ? Pemerintah Daerah kah atau BODT atau PT ASDP atau siapa.? Pemda Propinsi kah atau Pemda Kabupaten kah atau Pemda Kota kah atau PT ASDP (Persero) kah atau BODT kah ? Belum ada ketegasan dan kejelasan.
Di KSPN Danau Toba ada ratusan kapal penyeberangan rakyat (tuk-tuk) yang secara keselamatan penyeberangan kondisinya mengkhawatirkan. Pertanyaannya siapa yang akan membina mereka untuk memenuhi standar pelayanan minimum dan bisa bankable untuk pengembangan usaha, sehingga peremajaan kapal yang berkeselamatan dapat dilakukan ? Begitu pula dengan penanganan lingkungan hidup di KSPN Danau Toba. Akibat ketidakjelasan persoalan kewenangan, maka banyak fasilitas dermaga dan kapal penyeberangan yang sudah rusak atau tidak terawat. Begitupula dengan lingkungan yang sudah di tata dan diresmikan oleh Presiden sekaramng sudah tidak terawatt (misalnya Taman Huta Ginjang, Kaldera Toba dsb).
Secara socio cultural masyarakat di tujuh (7) Kabupaten di KSPN Danau Toba memang unik dan tidak mudah untuk diajak berunding. Jika persoalan diatas tidak segera diurai, saya khawatir pengembangan KSPN Danau Toba akan gagal meskipun lebih dari Rp. 7 triliun uang APBN selama sekioar lima tahun sudah dikucurkan. Mari kita percepat penyelesaian kewenangan kebijakan dan segera tangani masalah socio cultural orang Batak di Toba ini. Selain itu ada baiknya pemerintah melakukan transmigrasi warga Bali ke Danau Toba, supaya kultur melayani warga Batak Toba bisa tumbuh jika ditemani warga transmirasi Bali yang sudah berpengalaman dalam mengembangkan pariwisata dan melayani wisatawan. Horas !!!
Jakarta, Agustus 2022
PH&H Public Policy Interest Group