CATATAN KEBIJAKAN PUBLIK
“ TENGKES ADALAH MASALAH YANG SERIUS DAN STRATEGIS MEMERLUKAN UPAYA YANG NYATA”
Judul dari tulisan ini tentu menimbulkan tanda tanya bagi para pembaca, apakah selama ini tindakan yang dilaksanakan pemerintah tidak nyata? Maka menurut pengamatan penulis jawabannya adalah: jauh lebih banyak ide dan gagasan dibanding aksi nyata, jauh lebih banyak bahasan dibanding realita di lapangan, jauh lebih banyak penelitian dibanding tindak lanjut atas penelitian tersebut.
Balita tengkes (stunting) sungguh masalah yang serius bagi bangsa Indonesia karena menyangkut kualitas generasi yang akan datang, diperlukan upaya yang sungguh-sungguh dan nyata dalam penanggulangan stunting. Tengkes terjadi ketika balita gagal tumbuh dengan normal akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, terutama yang terjadi pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK). Tengkes tidak hanya akibat fisik pada penderitanya akan tetapi lebih dari itu karena otaknya juga tengkes, dan apabila tidak ditangani dengan benar akan menjadi permanen. Karenanya fokus penanganan tentunya adalah pada masa tersebut dan juga penjagaan gizi ibu ketika hamil. Penanganan tersebut mencakup tindakan-tindakan intervensi baik yang bersifat sensitif maupun yang bersifat spesifik
Sudah ditetapkan kebijakan nasional untuk penanggulangan tengkes disertai peraturan untuk melaksanakannya
Indonesia termasuk dalam lima negara dengan kasus tengkes tertinggi di dunia. Meskipun statistik menunjukkan prevalensi tengkes turun dari 37,2 persen di tahun 2013 menjadi 27,7 persen di tahun 2019, tetapi delapan juta anak balita masih menderita tengkes (Satriyo Tanudjojo, Kompas 3 November 2021). Angka inipun mungkin perlu diverifikasi kebenarannya karena menurut beberapa ahli kesehatan hampir mustahil menurunkan angka tengkes 10 persen dalam enam tahun. Sementara Target Nasional pada Tahun 2024 adalah 14 persen suatu angka yang lebih rendah dari target WHO 20 persen dan sepertinya mustahil diraih jika tanpa aksi nyata dalam penanggulangan tengkes. Selama ini, penurunan angka per tahun masih berada pada angka 1,6 persen per tahunnya. Presiden meminta bahwa setidaknya setiap tahun dapat diturunkan hingga 2,7 persen.
Penanggulangan tengkes sudah ditetapkan Presiden sebagai strategi nasional. Berbagai kebijakan telah pula ditetapkan, antara lain: membahas dengan Bank Dunia, menetapkan layanan terpadu di 514 kabupaten/kota, menetapkan BKKBN koordinator dalam penanggulangan tengkes (Perpres 72 Tahun 2021), Menkes telah menetapkan berbagai Peraturan untuk penanggulangan tengkes ini antara lain: Permenkes No 23 Tahun 2014 tentang Upaya Perbaikan Gizi, Permenkes 51 Tahun 2016 tentang Standar Gizi, Permenkes No 28 Tahun 2019 tentang Angka Kecukupan Gizi, Permenkes No 9 Tahun 2019 tentang Penanggulangan Masalah Gizi Akibat Penyakit, dan terakhir mengingat penanggulangan stunting sebagai prioritas nasional Presiden menetapkan Perpres No 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting dan diikuti dengan Permenkes No 29 Tahun 2019 tentang Pemberian Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK) untuk Balita Stunting
Peraturan yang telah ditetapkan belum disertai dengan pelaksanaan yang konsisten
Kami telah meneliti Permenkes tersebut di atas, dan pada Permenkes yang terakhir yakni Permenkes No 29 yang ditetapkan Tahun 2019 ternyata belum dilaksanakan. Baru ditetapkan Petunjuk Teknis (Juknis) pelaksanaannya pada tahun berikutnya, dan belum juga dilaksanakan malah pada akhir tahun 2021 dilaksanakan yang disebut base line study untuk implementasi Juknis Permenkes tersebut. Hingga tulisan ini dibuat belum ada langkah lanjut atas implementasinya Permenkes tersebut. Bahkan ketika mengikuti Webinar melaui Zoom Kopnas “Kupas tuntas persoalan gizi buruk dan intervensi kebijakan sebagai alternatif solusi pencegahan gizi buruk dan stunting” tanggal 28 Juni 2022) tidak disebutkan adanya rencana intervensi spesifik sebagaimana disebut dalam Permenkes No 29 Tahun 2019
Pengerahan sumber daya termasuk pendanaan untuk penanganan tengkes
Penanggulangan tengkes akan lebih optimal apabila tidak hanya melibatkan pemerintah akan tetapi dengan pendekatan triple helix yang juga melibatkan akademisi dan industri. Hal ini sudah dilaksanakan di Kelurahan Warakas Priok dimana penanggulangan tengkes di Kalurahan tersebut dilaksanakan melalui Prgram Corporate Social Responsibility (CSR) dari PT Priok Pomu yang melibatkan Prof Damayanti selaku akademisi dokter anak dari UI. Dengan demikian keterbatasan Kemenkes dan Dinkes dalam pengarahan dan pendampingan pada Unit Kesehatan terdepan seperti Puskesmas dan Posyandu dapat dibantu oleh industri dan akademisi dengan hasil yang diharapkan akan sangat membantu pemerintah di dalam penanggulangan tengkes
Langkah Pemerintah
Mengingat sangat pentingnya penanggulangan tengkes demi generasi yang akan datang, dengan mengingat lebih banyaknya wacana kebijakan dibanding tindakan nyata, serta langkah pelaksanaan yang tidak konsisten dengan kebijakan yang ditetapkan maka sebaiknya pemerintah mengambil langkah: Pertama, mengimplementasikan segera kebijakan penanggulangan stunting yang telah dituangkan di dalam berbagai peraturan terutama Permenkes. Kedua, mengefektifkan penggunaan APBN untuk penanggulangan tengkes yang tersebar di beberapa pos anggaran kementerian seperti di Kementerian Kesehatan, Kementerian Desa dan PDT, juga penggunaan dana BPJS dsb dalam satu pendanaan yang terintegrasi, fokus dan harmonis. Ketiga, untuk optimalisasi sumber daya alangkah baiknya jika Kementerian BUMN menugaskan BUMN dalam program CSR nya antara lain untuk penanggulangan tengkes dengan pendekatan triple helix, dan juga bahan usaha swasta yang saat ini juga sudah melakukan
Jakarta, Agustus 2022
Agus Pambagio, PH&H-Public Policy Interest Group