CATATAN KEBIJAKAN PUBLIK
Ambiguitas Kebijakan Pemerintah untuk Program Penanganan Stunting
Pendahuluan
Indonesia sedang menghadapi tantangan besar terkait kualitas sumber daya manusia dengan prevalensi balita stunting sebesar 30,8% pada tahun 2018. Pemerintah melalui Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) telah menetapkan 100 kabupaten/kota prioritas untuk intervensi anak kerdil (stunting). Sehingga penanggulangan stunting sudah merupakan Prioritas Nasional. Salah satu tonggak penting di dalam penanganan penanggulangan stunting ini adalah dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan No. 29 Tahun 2019 tentang Pemberian Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK) Untuk Balita Stunting.
Selanjutnya atas Permenkes tersebut telah diterbitkan Petunjuk Teknis (Juknis). Posisi terakhir sebelum melaksanakan Juknis dilakukan base line study uji coba pelaksanaan Permenkes dimaksud. Namun demikian sampai sekarang belum ada perkembangan lanjut dari Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat – Kemenkes terkait dengan base line study tersebut. Begitu pula dengan implementasi Permenkes No. 29 Tahun 2019, termasuk penggunaan Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK) pada anak stunting.
Ambiguiti Kebijakan
Ironisnya belum lama Kementerian Kesehatan mengeluarkan Permenkes baru No. 3 tahun 2022 tentang Petunjuk Operasional Penggunaan Alokaasi Khusus (DAK) Fisik Bidang Kesehatan Tahun Anggaran 2022. Secara jelas-jelas di Permenkes No. 3 tahun 2022 Pasal 4 ayat (2), dana DAK dapat digunakan untuk pengadaan makanan tambahan (pabrikan) atau PMK. Jadi Permenkes ini tidak mengenal pemberian PKMK, padahal stunting itu bukan hanya kurang gizi tetapi sakit gizi yang harus diobati dengan PKMK dan ditangani oleh Dokter Spesiali sAnak.
Padahal sudah terbukti bahwa selama ini pemberian PMT tidak efektif menangani stunting, sehingga distribusi ke seluruh Indonesia macet dan PMT menumpuk di gudang-gudang Puskesmas, sudah triliunan Rupiah dana APBN dihabiskan untuk PMT tanpa hasil. Sebelumnya berdasarkan Permenkes No. 51 tahun 2016 tentang Standar Produk Nutrisi Tambahan juga dinyatakan bahwa DAK Fisik hanya dapat membiayai makanan tambahan terbatas pada bentuk biscuit. Jadi terbitnya Permenkes No. 3 tahun 2022 merupakan sebuah kemunduran kebijakan yang tidak mendukung program penanganan stunting.
Saran
- Implementasikan Permenkes No. 29 Tahun 2019 dan Juknis yang sudah di uji cona di empat Propinsi: Jawa Barat, Jawa Timur, Bali dan Lombok secara serius untuk penanganan stunting secara serius sehingga target yang ditetapkan oleh Prersiden bahwa tahun 2024 prevalensi stunting bisa turun hingga 14%.
- Sejalan dengan implementasi diatas, segera selesaikan PKMK masuk ke Fornas melalui berbagai penelitian supaya pengadaan PKMK di seluruh Indonesia bisa bisa ditangani oleh BPJS Kesehatan dan pengadaannya dapat melalui e-katalog di LKPP.
- Revisi Permenkes No. 3 tahun 2022, khususnya Pasal 4 Ayat (2), karena PMT sudah terbukti tidak efektif menangani kurang gizi apalagi untuk penanganan stunting.
Jakarta, Agustus 2022
PH&H, Public Policy Interest Group