MASALAH ODOL, PANDANGAN DARI BIAYA LOGISTIK

MASALAH ODOL, PANDANGAN DARI BIAYA LOGISTIK

 Oleh: PH&H PUBLIC POLICY INTEREST GROUP

 

Adanya truk di jalanan yang berdimensi lebih besar dan bermuatan lebih berat (ODOL, Over Dimension, Over Load) tidak diragukan oleh siapapun akan merusak jalan dan membahayakan keselamatan lalu lintas. Tidak ada fihak yang meragukan itu. Kebijakan pengurangan atau menghilangkan ODOL terkesan setengah hati. Tindakan dan kebijakan yang tidak tuntas tersebut tentu karena adanya keraguan ataupun pendapat dari pihak lain terutama dari pihak yang terkait dengan usaha dan perekonomian. Di sisi lain regulasi yang ada menempatkan banyak K/L sebagai penanggungjawab LLAJ dan tidak ada penanggungjawab tunggal. Kalangan industri berpendapat bahwa penertiban ODOL akan menimbulkan dampak bagi usaha dan perekonomian secara luas, antara lain: ketidakcukupan truk dan pengemudi, perlunya investasi besar untuk pengadaan dan modifikasi truk, yang kesemuanya akan berakibat pada kenaikan biaya angkutan dengan truk, kenaikan biaya logistik dan mengakibatkan kenaikan harga barang, inflasi, berkurangnya penerimaan pajak dsb. Penertiban Odol adalah seperti trade off antara keselamatan transportasi dan kerusakan jalan dengan usaha dan perekonomian. Odol adalah masalah yang kompleks

Tulisan ini menyampaikan analisis tentang Odol dari sisi yang berbeda, tanpa bermaksud menafikan bahwa Odol mengakibatkan kerusakan infrastruktur dan kemungkinan (harus dapat dibuktikan) Odol meningkatkan resiko kecelakaan dan andil kemacetan dibanding penambahan kendaraan angkut karena tanpa Odol. Sisi yang berbeda dimaksud adalah dari pandangan industri dan perekonomian. Penghilangan Odol jelas akan menambah biaya logistik sehingga meningkatkan harga pokok produk yang akhirnya meningkatkan harga. Tulisan ini menyoroti pandangan dari logistik, industri dan perekonomian di samping penegakan hukum yang tetap harus dilaksanakan

Kebijakan tentang ODOL hanya fokus pada penegakan hukum

Dari laman Badan Kebijakan Transportasi Kemenhub menyatakan sebagai berikut: “Penertiban truk Over Dimension Over Load (ODOL) pun menjadi perhatian serius dari pemerintah. Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan telah menyatakan bahwa pada 2021 Indonesia akan bebas dari truk ODOL (Over Dimension Overload). “Pemerintah telah melakukan sinergi lintas instansi antara Dishub, Kepolisian dan pengelola jalan tol” Selanjutnya “Namun setelah dievaluasi, masih ada beberapa permasalahan pelaksanaan kebijakan zero odol, seperti masih banyaknya praktek ODOL di jalan raya, masih banyak dimensi kendaraan yang tidak sesuai dengan peraturan pemerintah, UPPKB yang belum menerapkan BLU-e, dan unit jembatan timbang yang belum menerapkan JTO (jembatan timbang online)” Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan melalui Pusat Penelitian Jalan dan Perkeretaapian memberikan beberapa rekomendasi terkait upaya pelaksanaan kebijakan untuk mewujudkan Indonesia Zero ODOL, yaitu pertama pembangunan UPPKB secara serentak dibeberapa lokasi yang tertuang pada rencana induk jembatan timbang agar segera direalisasikan, seperti di jalan tol, Pelabuhan, Kawasan industri, Kawasan pergudangan dan jalan -jalan strategis, mengingat saat ini baru beberapa daerah yang menggunakan jembatan timbang online”. (https://baketrans.dephub.go.id/berita/kajian-pengendalian-over-dimensi-over-loading)

Lebih jauh dapat diketahui bahwa penegakan hukum tersebut sangat diperlukan karena Odol mengakibatkan: kerusakan jalan, membahayakan keselamatan (tanpa mengevaluasi apa penyebab kecelakaan serta kecelakaan lain selain Odol) dan menimbulkan kemacetan (catatan: tanpa mempertimbangkan kemacetan karena bertambahnya truk bisa jadi akan lebih parah dibanding dengan adanya ODOL). Tanpa dibarengi dengan kebijakan lainnya misalnya dari sisi industri dan keekonomian

Perusahaan ekspedisi/logistik/pemilik truk mementingkan volume angkut ongkos angkut lebih murah

Produsen/Pabrikan/Pemilik Barang yang mementingkan penurunan Biaya Logistik, sehingga dapat meningkatkan daya saing di pasar. Keselamatan perjalanan kurang diperhatikan pemilik barang. Sementara Perusahaan Logistik/Ekspedisi/Pemilik Truk, yang mementingkan pendapatan dan laba yang besar atas armadanya dan mengabaikan keselamatan. Bengkel melakukan modifikasi sendiri atau bengkel yang diminta sesuai permintaan Pemilik Truk tanpa pengetahuan yang memadai atas teknologi otomotif mengabaikan Uji Tipe dan Sopir Truk yang memikirkan insentif dan demi uang kurang kesadaran atas keselamatan

Bagaimana menurunkan biaya logistik indonesia yang tinggi

Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia menilai, biaya logistik di Indonesia yang mencapai 27% dari total PDB atau senilai Rp 1.820 triliun per tahun merupakan biaya logistik paling tinggi di dunia. Biaya logistik di Indonesia jauh lebih  tinggi  dibandingkan dengan Malaysia yang hanya 13%, serta AS sebesar 9.9%, Jepang 10.6%, KorSel 16.3%, Singapore 8%, Thailand 20%, dan Vietnam 25%. Sumber: Annual logistik Report. Menurut Lembaga Pengkajian Penelitian dan Pengembangan Ekonomi (LP3EI) Kadin, Ina Primiana, biaya logistik itu terbagi dalam biaya penyimpanan sebesar Rp. 546 triliun, biaya transportasi Rp. 1.092 triliun, dan biaya administrasi sebesar Rp. 182 triliun  Sumber: Kemenhub.go.id. Dan Biaya Logistik di Indonesia masih tergolong mahal yang mencapai 27% dari produk domestik bruto (PDB) tersebut dapat dirinci: 8,9% merupakan biaya inventori, 8,5%, biaya transportasi darat, 2,8%, biaya transportasi laut, 2,7% biaya administrasi, dan 0,8% biaya lainnya. Sumber: Kementerian Keuangan

Konsekuensi penerapan zero odol per 1 Januari 2023 (ITL-Trisakti)

            Institut Transportasi dan Logistik Trisakti melakukan simulasi apabila zero oodol benar-benar dilaksanakan pada Tahun 2023, hasilnya adalah sebagai berikut:

Jika diterapkan, maka akan terjadi:

  • Penurunan kapasitas angkut. Kapasitas angkut disesuaikan dengan JBI (Jumlah Beban yang Diizinkan) di KIR.
  • Peningkatan populasi kendaraan. Pertambahan jumlah truk sebanyak 60,3%.
  • Peningkatan level kemacetan. Peningkatan volume kendaraan mengakibatkan jalan raya menjadi lebih macet. Selain itu, hasil Simulasi Vissim, pada kondisi ODOL 0% panjang antrian truk masuk ke pabrik/gudang sudah sampai di ruas jalan utama.
  • Peningkatan Biaya Operasional Kendaraan (BOK). Terjadi peningkatan biaya angkutan dalam Rp/Ton.Km sebesar 149,8% (asumsi BBM Bersubsidi – Bio Solar). Jika menggunakan BBM tidak bersubsidi, maka akan lebih naik lagi 1,5 kali lipatnya.
  • Harga barang komoditas menjadi lebih mahal. Harga akhir di level pembeli menjadi lebih tinggi, karena meningkatnya biaya distribusi. Lonjakan biaya distribusi akan dapat diminimalisir jika terjadi integrasi antarmoda.

Sementara jka zero Odol tidak diterapkan, akan terjadi:

  • Penurunan biaya distribusi. Terjadi penghematan sebanyak 2.204 Trilliun Rupiah/Tahun.
  • Risiko kerusakan infrastruktur jalan. Hampir semua nilai MST (Muatan Sumbu Terberat) truk ODOL masih di bawah beban yang mampu ditanggung Kelas Jalan-nya, kecuali truk tronton. Untuk tronton, bahkan jika tidak ODOL pun nilai MST-nya adalah 12 ton (di atas beban Kelas Jalan I yaitu 10 ton).
  • Penurunan keselamatan di jalan raya. Persentase kecelakaan truk ODOL terhadap total jumlah kendaraan angkutan barang yaitu 0,2%.

Dari Studi tersebut sebenarnya dapat disimpulkan bahwa terdapat banyak alasan untuk pelanggaran yang dilakukan ODOL oleh Produsen/Pemilik Barang/Pemilik Truk, sementara di sisi lain pemegang kebijakan tidak mengindahkan kepentingan industri dan keekonomian atas biaya logistik dan hanya fokus pada penindakan

Di Eropa dilakukan revisi regulasi ke arah lingkungan hidup dan ekonomi dan justru akan meningkatkan batasan muatan HDV

Di Eropa kendaraan dengan dimensi dan muatan besar disebut Heavy Duty Vehicle (HDV), tidak disebut ODOL karena tidak over dari regulasi termasuk izin yang diberikan. HDV disebut bertanggungjawab atas 28% polusi jalan raya. Regulasi EU menempatkan HDV memainkan peran kunci dalam mengangkut barang dan orang, yang pada gilirannya memungkinkan perdagangan, pertumbuhan ekonomi, dan lapangan kerja

Standar yang di set dan menjadi regulasi adalah untuk: 1) menjamin pergerakan barang dengan bebas dan 2) kompetisi yang fair serta 3) memperbaiki keselamatan dan 4) kerusakan infrastruktur jalan serta 5) enerji yang efisien, emisi nol, kabin aerodinamis dan 6) fasiltas untuk antar moda

HDV dinilai berperan sangat penting untuk pengurangan emisi dan akan menghindarkan dari biaya yang besar jika HDV mengurangi emisi serta kemudahan antar moda. HDV yang dapat mengangkut lebih banyak akan meningkatkan efisiensi keseluruhan antar moda dengan KA dan Pelabuhan serta mengurangi kemacetan dan emisi

Jadi di Eropa justru batas muat akan dinaikkan karena tujuan utama dari revisi direktif tersebut adalah untuk: menghapus hambatan peraturan dan teknis dan memberikan insentif yang lebih kuat untuk penggunaan teknologi nol-emisi dan perangkat hemat energi di sektor HDV; memfasilitasi operasi antar moda; mengklarifikasi aturan tentang penggunaan HDV yang lebih panjang dan/atau lebih berat dalam operasi lintas batas; membuat penegakan hukum menjadi lebih efektif dan efisien. (https://ec-europa eu.translate.goog/ commission /presscorner /detail/ en/qanda233770?xtrsl=en&xtrtl =id&xtrhl =id&xtrpto= sc&xtrhist=true)

Beberapa hal yang akan dievaluasi adalah: Panjang dan berat akan dinaikkan untuk fasilitas antar moda, Proses permohonan izin akan disederhanakan, kontrol minimum dengan penimbangan dan deteksi ketika kendaraan bergerak, HDV nol emisi (aerodinamis, mesin lebih ringan dsb), maka batas berat akan ditambah 4 ton dari 40 ton menjadi 44 ton

Semua langkah ini diharapkan dapat mengurangi konsumsi energi sebesar 12 juta ton setara minyak selama periode 2025-2050

Dari sisi keselamatan, kebijakan di Eropa regulasi diarahkan pada dimensi dan bobot akan memasukkan teknis dan monitoring yang menjamin keselamatan seluruh pengguna jalan sehingga HDV dapat beroperasi secara aman dan efisien. Penggunaan teknologi EMS diarahkan untuk meningkatkan kapasitas antar kota dan menghindarkan dari pengguna jalan yang rentan seperti pejalan kaki dan pesepeda. EMS diarahkan menggunakan Sistem Keselamatan terbaru, dioperasikan oleh pengemudi yang lebih ahli, terlatih dan berpengalaman dan memperbaiki seluruh aspek keselamatan. Juga dengan regulasi yang mengharuskan menggunakan Sistem Rem Darurat, Kamera Samping and Sistem agar tetap pada jalur

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa arah kebijakan HDV di Eropa adalah: HDV memiliki peran kunci dalam mengangkut barang, yang pada gilirannya memungkinkan perdagangan, pertumbuhan ekonomi, dan lapangan kerja. HDV bertanggungjawab besar atas polusi, dan kemudahan perpindahan barang antar moda. HDV yang dapat mengangkut lebih banyak akan meningkatkan efisiensi keseluruhan antar moda dengan KA dan Pelabuhan mengurangi kemacetan dan emisi. Beberapa hal yang akan dilaksanakan adalah: kemudahan pemberian izin HDV, peningkatan teknologi untuk pengurangan berat kendaraan dan emisi, serta teknologi EMS. Beberapa hal yang akan dievaluasi adalah: panjang dan berat akan dinaikkan untuk fasilitas antar moda, Proses permohonan izin akan disederhanakan, kontrol minimum dengan penimbangan dan deteksi ketika kendaraan bergerak, HDV nol emisi (aerodinamis, mesin lebih ringan dsb), maka batas berat akan ditambah 4 ton dari 40 ton menjadi 44 ton. Semua langkah ini diharapkan dapat mengurangi konsumsi energi sebesar 12 juta ton setara minyak selama periode 2025-2050

Demikian juga di India kapasitas angkut akan dinaikkan

      The Centre on Tuesday had agreed to increase load carrying capacity for freight vehicles by 20 to 25 percent. Amendment to the rule was last made in 1983. Broadly, gross vehicle weight (GVW) of a two-axle truck was increased to 18.5 tonne from 16.2 tonnes, an increase of about 20 percent. GVW for a three-axle truck was increased to 28.5 tonne from 25 tonne. For a five-axle truck, the vehicle weight was increased from 37 tonne to 43.5 tonne, up by over 25 percent. For tractor trailers, the limit has been raised by 36 percent. Gadkari said that the ministry held meetings with stakeholders to find a lawful solution to truck overloading problem. Centre now expects the industry to legally carry extra load, helping transport and logistics industry. “A meeting was held with stakeholders to discuss the matter and find way to synchronise Indian transport and logistics industry with international norms… They assured us that their existing vehicles are designed to carry additional capacity easily,” he said. If we will allow additional capacity to be carried, about 2 percent transportation cost can be reduced,” he said. (https://www.moneycontrol.com/ news/ business/ economy/new-rules-for-increased-truck-load-capacity-to-be-implemented- immediately-nitin-gadkari-2726151.html

Kebijakan di India, meningkatkan daya muat truk untuk melegalkan yang sekarang over kapasitas dan untuk mengurangi Biaya Logistik

Banyak sekali peraturan perundangan serta K/L terkait dan tidak efektif

Masalah Odol berhubungan dengan 1 (satu) Undang Undang, 8 (delapan) Peraturan Pemerintah (PP), 1 (satu) Instruksi Presiden, 1 (satu) Peraturan Presiden, 9 (sembilan)  Permenhub, 1(satu) Surat Edaran Menhub,

K/L yang bertanggungjawab terkait Odol adalah 4 (empat) Kementerian dan 1 (satu) Polri serta dapat dlimpahkan ke Pemerintah Daerah

Dalam UU No 22 Tahun 2009, pembinaan LLAJ (termasuk Odol) mempunyai arti yang luas, yakni: perencanaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan dilakukan oleh: Kementerian PUPR, Kementerian Perhubungan, Kementerian Perindustrian, BRIN (pengembangan teknologi), dan Kepolisian RI. Lima K/L ini beserta Pemda yang menerima pelimpahan urusan bersama-sama membina LLAJ. Tidak jelas siapa yang menjadi pemimpinnya. Hanya disebut adanya Forum LLAJ tanpa kejelasan lanjut.

Bahkan siapa yang bertanggungjawab atas pelanggaran oleh ODOL kurang jelas. Produsen/Pemilik barang, Perusahaan Logistik/Pemilik Truk atau Sopir? Produsen/Pemilik Barang ingin ongkos logistik yang lebih murah karena memang mahal dan mencapai 27% dari ongkos produksi (best practice kurang dari 5%). Perusahaan Logistik ingin dengan biaya yang lebih murah mendapatkan pendapatan yang lebih besar. Sopir ingin mendapatkan tambahan insentif pada penghasilannya. Pada kenyataannya yang akhirnya ditindak adalah pemilik SIM (Sopir) dan Pemilik STNK (Perusahaan Pemilik Truk)

Dari sisi industri dan keekonomian, kebijakan K/L kurang fokus

Berdasarkan uraian di atas maka seharusnya arah kebijakan K/L terkait adalah sbb:

Kebijakan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), seharusnya mengarah pada: Program untuk peningkatan kekuatan jalan untuk peningkatan tekanan gandar truk, dan peningkatan kelas jalan terutama pada lokasi pabrik/gudang asal dan tujuan barang yang diangkut ODOL

Kebijakan Kementerian Perhubungan/Pemda, sebaiknya mengarah pada: menyusun satu regulasi ODOL, menyusun master plan penanganan ODOL, tanpa diskriminasi dan tahapan yang jelas, koordinasi membangun sistem informasi truk, Inisiatif membangun sistem izin pelampauan batas muatan dengan membayar dan mendorong penyusunan Sistem Informasi serta dash board di Kemenhub

Kebijakan Kementerian Perindustrian dan industri otomotif (pabrik, karoseri, bengkel) seharusnya mengarah pada: Mendorong peningkatan teknologi truk yang memungkinkan daya angkut truk naik tanpa melanggar batas regulasi, misal: gandar yang bisa diangkat jika tak diperlukan, bahan yang lebih ringan, kendaraan listrik yang lebih ringan dengan daya muat yang sama, menambah jumlah gandar dengan aman dsb, mendukung Industri otomotif yang memiliki insiatif dalam penggunaan teknologi

BRIN (d/h Kemenristek) seyogianya mengarah pada pengembangan Sistem Indormasi berbasis digital Data Centre yang terhubung dengan sistem pada: Jembatan Timbang, Kamera dan Pintu pemantauan. serta digabungkan dengan system di Jalan Raya lainnya, misal digabungkan dengan Rencana Multi Lane Free Flow (MLFF)

Sedangkan Polri dan Pemda mengarah pada Penindakan OJOL secara efektif dengan menerapkan e-tilang

Kesimpulan

  1. Pemangku kepentingan ODOL pada dasaranya terbagi dalam dua golongan besar, yakni: pihak yang ingin segera melakukan penertiban Odol dan pihak yang mengharapkan berbagai kebijakan yang mengarah pada penurunan biaya angkutan dan logistik (yang memang tinggi).
  2. Pemegang kebijakan kurang mendengarkan pendapat: akademisi, pakar dan masyarakat dari berbagai pihak dan hanya menitikberatkan pada penegakan hukum untuk mengurangi biaya kerusakan infrastruktur, kemacetan dan keselamatan. Tanpa memperhatikan bahwa akar masalah dari tidak dapat ditegakkan hukum yang berlaku adalah karena tuntutan keekonomian dan seharusnya dicari pencarian solusinya dari sisi ekonomi. Kerugian ekonomi karena tidak ada Odol bahkan lebih besar dibanding akibat yang ditimbulkan oleh adanya Odol
  3. Banyak negara antara lain Eropa dan India justru menetapkan kebijakan untuk meningkatkan daya angkut truk dan kesesuaiannya untuk angkutan antar moda, dengan meningkatkan tekanan gandar jalan, teknologi kendaraan yang lebih ringan, mengurangi emisi dsb secara terpadu. Juga kebijakan rekayasa kendaraan, misalnya: penggunaan komponen yang lebih ringan, mesin listrik, tambahan as roda dsb yang juga sekaligus menekan emisi karbon
  4. Kebijakan peningkatan daya angkut truk tidak berarti mengurangi tindakan penegakan hukum. Pelanggaran atas batas muat tetap harus ditindak sesuai peraturan yang berlaku
  5. Banyak sekali Peraturan Perundangan terkait Odol dan tumpang tindih pengaturan diantara peraturan perundangan tersebut. Evaluasi dan atur kembali semua regulasi terkait ODOL. Pertimbangkan merevisi UU LLAJ No 9 Tahun 2009 tentang LLAJ dan PP 30 Tahun 2021 serta membatalkan peraturan perundangan lainnya mengarah pada tanggungjawab yang jelas serta mempertimbangkan aspek pengurangan emisi, serta peningkatan berat dan muatan kendaraan

Rekomendasi penanganan odol

  1. Dilakukan perhitungan menyeluruh dengan seksama kerugian karena penggunaan Odol dengan kerugian karena tidak ada lagi Odol
  2. Dilakukan perhitungan ekonomi secara keseluruhan berapa berat kendaraan beserta muatannya yang paling efisien secara ekonomi. Efisien paling ekonomis dimaksud adalah dengan memperhitungkan efisiensi biaya logistik dibanding biaya perbaikan kerusakan jalan sehingga tidak ada lagi pro kontra pengoperasian Odol
  3. Evaluasi dan atur kembali semua regulasi terkait ODOL. Pertimbangkan merevisi UU LLAJ No 9 Tahun 2009 tentang LLAJ dan PP 30 Tahun 2021 serta membatalkan peraturan perundangan lainnya mengarah pada tanggungjawab yang jelas serta mempertimbangkan aspek pengurangan emisi, serta peningkatan berat dan muatan kendaraan
  4. Kebijakan pemberian izin terbatas dengan ambang batas oleh Satu Otoritas apabila ada permohonan truk melampaui batas dimensi dan berat muatan dengan membayar resmi dan masuk kas negara
  5. Modernisasi Sistem Informasi ODOl dengan teknologi berbasis digital secara nasional dengan membangun Data Centre yang terhubung dengan sistem pada: Jembatan Timbang, Kamera dan Pintu pemantauan
  6. Sistem Identifikasi dan Registrasi Truk Nasional) serta digabungkan dengan system di Jalan Raya lainnya, misal digabungkan dengan Rencana Multi Lane Free Flow (MLFF)
  7. Sistem Perizinan terbatas atas truk yang melampaui batas dimensi dan berat muatan serta aplikasinya yang terhubung ke Data Centre
  8. Secara bertahap ditetapkan satu master plan yang jelas untuk meningkatkan tekanan gandar jalan, dan menaikkan batas pada kelas jalan terutama pada Jalan Kelas II dan Kelas III serta merencanakan perizinan membangun Pabrik dan Gudang hanya di sisi kelas jalan yang sesuai dan membangun Logistic Centre, Industrial Park dilengkapi Kelas Jalan dan tekanan gandar yang sesuai

Leave a Comment