OLEH: PH&H, PUBLIC POLICY INTEREST GROUP
Cukai, di Indonesia sebagaimana ditetapkan di dalam Undang-Undang (UU) No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai, dikenakan pada barang-barang tertentu yang: konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif pada masyarakat dan lingkungan hidup, atau pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan. Saat ini diwacanakan adanya rencana Pemerintah untuk mengenakan cukai atas plastik kemasan industri. Dunia usaha khususnya industri minuman dan makanan (mamin) yang sebagian besar menggunakan plastik untuk kemasannya, menjadi gelisah dan khawatir bahwa kebijakan tersebut akan kontra produktif karena bukan hanya tidak sesuai dengan tujuan sebagaimana ditetapkan di dalam UU No. 39 Tahun 2007, akan tetapi juga mengakibatkan kenaikan harga yang tinggi terhadap produk yang dikemas dengan kemasan plastik yang pada umumnya makanan dan minuman. Kenaikan harga ini akhirnya menjadi beban konsumen tak terkecuali konsumen berpenghasilan rendah serta merugikan perekonomian nasional.
Kebijakan publik atas cukai bersifat diskriminatif atas barang tertentu adalah sah-sah saja karena memang pada dasarnya, cukai berbeda dengan pajak seperti PPn. Cukai memang bersifat diskriminatif terhadap produk tertentu yang membahayakan kesehatan masyarakat, dan lingkungan hidup, disamping itu cukai juga merupakan tambahan pendapatan negara. Pengenaan cukai atas produk yang jelas membahayakan masyarakat seperti: tembakau, alkohol dan sebagainya tidak akan menimbulkan kontroversi di masyarakat karena dikenakan langsung pada produk yang dianggap memberikan dampak negatif pada masyarakat. Sehingga harga yang mahal karena cukai akan mengurangi konsumsinya, membatasi peredarannya dan memudahkan pengawasannya di samping memberikan tambahan pendapatan negara.
Disisi lain perlu kajian lebih mendalam bahwa pengenaan cukai untuk plastik kemasan industri tersebut sudah pasti akan menaikkan harga jual produk makanan dan minuman yang menggunakan kemasan plastik. Kenaikan harga jual tentu mengurangi volume penjualan sehingga mengurangi laba yang pada akhirnya mengurangi pendapatan negara dari Pajak Penghasilan (Pph). Perlu kajian lanjut apakah pendapatan tambahan dari cukai akan lebih besar dari pengurangan pendapatan Pph tersebut. Belum lagi pajak lain yang terdampak, misal PPN, PPH retribusi dsb yang pada gilirannya merugikan perekonomian nasional dan pendapatan negara. Juga perlu dilakukan analisis yang luas, antara lain asas keadilan bahwa produk seperti baterai yang justru sangat buruk untuk lingkungan hidup tidak dikenakan cukai.
Juga pada akhirnya penanggung cukai tersebut adalah konsumen, termasuk konsumen masyarakat miskin yang barangkali justru menggunakan kemasan plastik untuk makanan dan minumannya lebih banyak dibanding masyarakat golongan diatasnya
Pengenaan Cukai Plastik tidak sesuai dengan prinsip dasar pengenaan cukai pada UU 39 Tahun 2007
Prinsip dasar pengenaan cukai adalah untuk barang-barang tertentu yang: konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif pada masyarakat dan lingkungan hidup, atau pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan, dikenai cukai. Dalam hal rencana kebijakan pengenaan cukai atas plastik kemasan adalah untuk mengurangi sampah plastik, akan tetapi mamin yang dikemas dengan kemasan plastik sebenarnya jauh dari kriteria cukai. Di samping itu juga banyak cara lain untuk mengendalikan sampah plastik (R3, EPR, ekonomi sirkular dsb). Di sisi lain pengenaan cukai justru akan menurunkan pendapatan negara yang berasal dari pajak PPN, PPH dan retribusi serta menjadi beban konsumen
Pegenaan cukai plastik terarah malah lebih pada peningkatan pendapatan negara yang justru disisi lain pendapatan negara dari pajak akan berkurang
Pada APBN, tahun 2023 target penerimaan cukai sebesar Rp 182,46 triliun sampai dengan Rp 187,68 triliun (Sukmana, 2021). Target penerimaan cukai dari plastik Rp 1,9 triliun pada Tahun 2022, dan Rp 980 miliar pada Tahun 2023 (Perpres 130 Tahun 2022).
Industri Makanan Minuman (Mamin) yang Sebagian besar menggunakan kemasan plastik menyumbang 38.42% PDB Sektor Non Migas. Sedangkan Industri Non Migas menyumbang 19,62% PDB. Sehingga kontribusi Industri Mamin adalah 6.6% dari PDB. Sungguh suatu jumlah yang besar.
Elastisitas harga minuman adalah lebih dari satu yakni, 1.76% (LPEM UI, 2012) sehingga kenaikan harga 1% (akibat pengenaan cukai) akan mengurangi permintaan 1.76%. Dampak atas angka tersebut sangat besar, karena kenaikan harga 1% akan mengurangi penerimaan pemerintah dari pajak mamin sebesar Rp 6,79 triliun dan penurunan lapangan pekerjaan sebesar 280 ribu jiwa (Studi INDEF). Studi lain (Dr. Eugenia Mardanugraha, Tinjauan Kebijakan Ekonomi Dampak Ekonomi Pengenaan Cukai Kemasan Plastik Botol Minuman di Indonesia, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Juni 2016) pengenaan cukai akan berpotensi menurunkan permintaan minuman kemasan akibat dari kenaikan harga kemasan. Potensi penurunan tersebut ditaksir hingga mencapai Rp. 10.2 trilyun per tahun. Penurunan tersebut, akan menghilangkan penerimaan negara hingga Rp. 2,44 trilyun per tahun (PPN berkurang Rp 1 triliun dan PPH Badan berkurang Rp 1.4 triliun). Penelitian di UI pada tahun 2016 pengenaan cukai pada minuman akan menghasilkan Rp 1.9 Triliun dari cukai sehingga pendapatan negara net justru berkurang Rp 500 miliar
Data BPS menunjukan pertumbuhan industri mamin mengalami kenaikan tipis 0,83% di 2021 setelah sebelumnya turun -2,13% ditahun 2020, akibat pandemi sehingga beban cukai plastik akan sangat memberatkan
Pengenaan cukai untuk plastik secara tidak langsung pemerintah mendorong agar industri makanan dan minuman menggunakan kemasan lain. Kemasan lain tersebut misalnya: botol untuk minuman, alumunium foil untuk makanan dsb akan menaikan biaya produksi dan akhirnya menaikkan harga produk pangan sehingga berakibat mengurangi konsumsi makanan dan minuman juga turun
Beberapa Fakta Penting Yang Harus Dipertimbangkan Atas Rencana Pengenaan Cukai Plastik
Jika tujuan utamanya pengenaan cukai plastik adalah untuk pengurangan sampah plastik demi lingkungan hidup maka kebijakan tentang Reduce, Reuse, Recycle, Extended Producers Responsibility (EPR), dan ekonomi sirkular akan lebih efektif untuk pengurangan sampah plastik. Dan banyak negara yang tidak mengenakan cukai plastik karena pertimbangan industri dan ekonomi.
Banyak kalangan menilai kebijakan ini tidak adil, berdasar pertimbangan yang baik, misalnya banyak produk yang jauh lebih berbahaya dibanding plastik akan tetapi tidak dikenakan cukai, misal: baterai
Ekstensifikasi cukai justru akan menguntungkan impor barang jadi yang terbuat dari plastik dari luar negeri
Pengenaan Cukai Plastik Di beberapa Negara dilakukan secara selektif
Sebagian Negara Eropa mengenakan pajak untuk kemasan plastik hanya pada plastik yang tidak dapat didaur ulang, itupun belum semua negara Eropa menyetujui. Antara lain: Jerman, Prancis, Belgia belum mengenakan, Belanda hanya untuk virgin plastik. UK hanya jika mengandung kurang dari 30 persen yang dapat didaur ulang. Spanyol dan Portugal hanya untuk plastik yang tidak bisa didaur ulang; Italia menunda pengenaan cukai plastik; Filipina; Irlandia, Portugal hanya untuk tas plastik; Singapura, Hongkong belum mengenakan; Norwegia menekankan pada recycle bukan cukai
Rekomendasi Kebijakan
Rencana Kebijakan pengenaan cukai atas Kemasan Plastik selayaknya dipertimbangkan ulang dengan melakukan kajian secara menyeluruh, dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
Pertama, Apabila akan mengenakan cukai plastik untuk alasan lingkungan hidup, perubahan iklim, merusak ecosystem dsb maka program-program Non Cukai akan lebih efektif karena langsung ke sasaran tanpa menimbulkan dampak yang berarti bagi industri, perekonomian dan pendapatan negara. Program Non Cukai antara lain: Reduce, Reuse, Recycle (R3), melarang penggunaan kemasan plastik sekali pakai Extended Producers Responsibility (EPR), Ekonomi Sirkular, kampanye pengurangan sampah plastik, mendorong inovasi dalam pengelolaan sampah plastik dsb yang digerakkan secara masif
Kedua, Pemerintah tidak mengenakan cukai plastik karena plastik hanya kemasan makanan/minuman, sedangkan mamin nya jauh dari obyek yang patut dikenakan cukai seperti alcohol dan tembakau sehingga tidak sesuai dengan UU 39 Tahun 2007
Ketiga, Pengenaan cukai plastik secara selektif dan bertahap sesuai dampaknya pada perubahan iklim dan perekonomian
Keempat, Meneliti secara menyeluruh dampak pengenaan cukai plastik tersebut pada pendapatan negara, inflasi, dan perekonomian nasional dibandingkan pendapatan cukainya karena dari beberapa penelitian yang ada pengurangan pendapatan negara dari PPN dan PPH lebih besar dibanding penerimaan negara dari cukai serta dampaknya bagi konsumen terutama masyarakat kurang mampu yang harus membayar lebih mahal atas makanan dan minuman yang dikemas dengan plastik