CATATAN KEBIJAKAN PUBLIK
“PEMBATASAN IMPOR RESIN DENGAN JANGKA WAKTU TRANSISI YANG TERLALU SINGKAT AKAN MEMBUNUH INDUSTRI PENGGUNA RESIN”
Pendahuluan
Pada saat ini industri dalam negeri yang menggunakan resin polietilen (PE) dan polipropilen (PP) untuk kemasan produknya terkejut karena dengan tiba-tiba diterbitkan Peraturan Menteri Perdagangan No 36/2023 tanggal 14 December 2023 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, yang pada prinsipnya Impor Resin harus dengan Izin Impor (Import Permit-IP) dan Laporan Survey/LS. Izin impor diterbitkan oleh Menteri Perdagangan dengan proses melalui rekomendasi dari Kementerian Perindustrian. Di samping rekomendasi Kemenperin juga harus dilengkapi Laporan Survey (LS). Dikecualikan atas kebijakan tersebut adalah impor polietilen densitas rendah (LDPE) dan PE dengan kode HS 390140 karena kurangnya produksi dalam negeri
Pembatasan impor tentunya didasarkan pada kepentingan untuk melindungi industri produksi resin dalam negeri, namun demikian selayaknya juga kebijakan tersebut memperhatikan kepentingan industri pemakai resin. Secara umum bagi dunia usaha sepanjang produksi dalam negeri mencukupi baik kuantitas, kualitas maupun harga, tentu otomatis akan menggunakan produk dari dalam negeri dan tidak akan mengimpor. Pembatasan impor seharusnya hanya jika terbukti bahwa antara industri dalam negeri dengan impor terdapat persaingan yang tidak sehat misalnya barang impor yang murah karena bantuan negara pengeskpornya. Itupun harus dibuktikan dengan data dan analisis yang adekuat dan selanjutnya diproses melalui Langkah-langkah untuk proses anti dumping.
Kebijakan pembatasan impor resin masih dipandang perlu data dukung, dan analisis kebijakan yang kuat. Pembatasan impor yang merugikan industri pengguna resin tersebut masih ditambah lagi dengan adanya pengaturan masa transisi yang hanya 90 hari sebelum pembatasan berlaku. Kebijakan ini sungguh menimbulkan masalah besar bagi industri pengguna resin karena proses untuk mendapatkan IP tidak dapat diselesaikan dalam waktu sesingkat itu misalnya antara lain karena sistem di Lembaga Nasional Single Window (LNSW) saat ini juga belum aktif sepenuhnya dan pendaftaran untuk LS juga memerlukan website yang andal dari Sucofindo. Dari semua hal tersebut pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa waktu 90 hari tidak cukup dan ketidakcukupan itu bukan karena kesalahan industri pemakai resin. Oleh karenanya selayaknya kebijakan pembatasan impor khususnya dengan penetapan masa tenggat 90 hari dianalisis ulang berdasar penilaian yang komprehensif terutama analisis yang tidak hanya dari sisi industri resin akan tetapi juga dari sisi dampaknya pada industri pengguna resin serta jangka waktu yang rasional berdasar kondisi nyata dari sistem yang diberlakukan.
Industri Resin di Indonesia dan importasi
Produksi Resin di Indonesia diproduksi oleh: PT. Chandra Asri Petrochemical Tbk (PT. CAP) dan PT. Lotte Chemical Titan Nusantara. PT. CAP adalah perusahaan petrokimia terbesar dan terintegrasi di Indonesia serta satu-satunya yang mengoperasikan Naptha Cracker. Perusahaan ini memproduksi Polyolefins (Polyethylene dan Polypropylene). Adapun kapasitas produksi PE, PT. CAPC saat ini adalah sebesar 340.000 ton per tahun dan kapasitas produksi PP sebesar 480.000 ton per tahun. Selain PT. CAPC perusahaan lainnya yang memproduksi PE adalah PT. Lotte Chemical Titan Nusantara (PT LCTN) dengan produksi sekitar 450.000 ton serta beberapa produsen lainnya
Indonesia mengimpor sekitar 40 persen konsumsi gabungan LLDPE dan HDPE dan lebih dari 60 persen konsumsi PP pada tahun 2022. Indonesia mengimpor sekitar 604,000 ton gabungan LLDPE dan HDPE serta 1,05 juta ton PP dari Januari-Oktober, dibandingkan dengan 618,000 ton dan 1,3 juta ton masing-masing sepanjang tahun 2022.
Berdasar data tersebut di atas jelas kiranya bahwa pada saat ini proporsi impor masih dominan, sehingga pembatasan impor tentu akan sangat mempengaruhi pasar resin. Besarnya porsi impor yang dibatasi tersebut dalam jumlah yang sangat signifikan yang tentu berakibat besar pada pengguna resin yang pada akhirnya pasti akan menaikkan harga resin. Kenaikan harga pasar resin sudah jelas akan menaikkan ongkos produksi industri yang menggunakan kemasan resin dan pada akhirnya akan meningkatkan harga jual produk dengan kemasan resin dan meningkatkan inflasi
Gugatan dumping adalah jalan yang dapat dipilih apabila industri dalam negeri merasa menghadapi persaingan yang tidak fair dengan barang impor
Indonesia melakukan penyelidikan terhadap impor PP kopolimer dari lima negara asal pada akhir Agustus, yang dipicu oleh produsen petrokimia terbesar di Indonesia, Chandra Asri. Beberapa tahun lalu PH&H juga melalukan observasi atas tuduhan dumping PET yang diajukan oleh Indorama dengan tujuan pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) atas impor PET dari beberapa negara antara lain: Thailand, Vietnam, China dan Korea namun pada akhirnya gugatan tersebut ditolak Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) karena bukti yang tidak mencukupi.
Gugatan dumping dan tuntutan dikenakan BMAD adalah proses yang sah dan cara yang benar dalam melawan perdagangan internasional yang tidak fair, misalnya negara pengekspor memberi banyak kemudahan dan insentif untuk ekspornya, sehingga harga barang yang diekspor tadi menjadi lebih murah dibanding harga di negara importir dan bahkan lebih murah dibanding harga dalam negerinya sendiri. Pengenaan BMAD akan menyeimbangkan bantuan-bantuan tersebut agar perdagangan menjadi fair, adil dan setara. Jika alasan bantuan tersebut tidak dapat dibuktikan maka berarti memang harga barang tersebut dari produksi yang baik dan efisien sehingga perdagangan dalam kondisi yang sudah fair dan adil. Dalam hal demikian maka tidak layak untuk melindungi fihak yang kalah bersaing, misalnya dengan cara menetapkan kebijakan pembatasan impor
Meningkatnya pasokan PE dan PP serta ekspektasi pasar akan peningkatan kapasitas yang lebih besar di tahun-tahun mendatang, ditambah dengan lambatnya pemulihan konsumsi hilir, telah menyebabkan tindakan proteksionisme di negara-negara Asia Tenggara. Hal ini biasanya mengarah pada peningkatan tarif impor resin dan penerapan kuota impor, yang bertujuan untuk mengurangi impor atau aktivitas dumping
Dampak Pembatasan Impor pada Industri pengguna resin khususnya industri mamin
PH&H mendapatkan keluhan dari industri makanan dan minuman pengguna resin untuk kemasan produknya. Keluhan antara lain bahwa proses IP akan menimbulkan penyelidikan pada data internal perusahaan misalnya kapasitas, produksi, kebutuhan dan hal-hal terkait yang akan menimbulkan proses yang melelahkan dan panjang, berbelit, membuka rahasia perusahaan serta rawan terhadap kecurangan
Di samping untuk mendapatkan IP memerlukan proses yang panjang. IP juga harus diproses melalui LNSW ditujukan ke Dirjen Kimia, Farmasi dan Tekstil Kemenperin yang selanjutnya Dirjen akan menetapkan kuota. Sementara sekarang websitenya masih offline. Laporan Survey LS juga diregistrasi melalui website Sucofindo. Syarat-syarat yang harus dipenuhi tersebut sangat banyak sehingga Masa Transisi 3 bulan sangat tidak mencukupi
Pembatasan impor akan merugikan konsumen, dunia usaha dan perekonomian negara
Dari pembicaraan dengan produsen makanan dan minuman terungkap bahwa pembatasan impor resin dengan waktu tenggang yang sangat pendek tersebut akan memberikan pukulan yang berarti bagi industri mamin karena kemasan resin merupakan komponen yang cukup besar dalam cost structure produksi yang pada akhirnya akan berdampak pada kenaikan harga jual mamin. Pembatasan impor resin juga akan mengganggu business plan mereka terkait dengan rencana investasi melalui inovasi pada penggunaan kemasan
Peningkatan harga jual pada produk mamin akan merugikan konsumen mamin, dan dengan jumlah konsumen mamin yang sangat besar, maka peningkatan harga jual akan meningkatkan inflasi yang cukup signifikan. Jika tidak meningkatkan harga jual karena kondisi pasar yang tidak memungkinkan maka akan berakibat pada pengurangan laba yang akan berdampak pada pengurangan pembayaran pajak penghasilan yang memberikan kontribusi cukup besar pada pendapatan negara
Keseluruhan kerugian yang akan dialami oleh industri pengguna resin apabila ada pembatasan impor resin hendaknya diperbandingkan dengan manfaat yang akan diterima oleh produsen resin dalam negeri. Neraca antara kerugian dan manfaat ini menjadi pertimbangan utama dalam penetapan kebijakan pembatasan impor
Di samping itu evaluasi yang seksama juga perlu dilakukan untuk meneliti bahwa proses kebijakan telah dilaksanakan dengan niat baik dan praktek yang sehat serta terhindar dari kecurangan
Apa yang sebaiknya dilakukan pemerintah
Pertama, Pembatasan impor resin untuk melindungi industri resin dalam negeri hendaknya juga dibarengi dengan analisis kerugian yang dialami oleh industri pengguna impor. Nilai manfaat atas pembatasan pada industri resin dalam negeri hendaknya juga dibandingkan dengan kerugian yang dialami industri pengguna. Lebih jauh juga perlu dikaji dampaknya terhadap inflasi, penerimaan pajak dan perekonomian negara
Kedua, Hendaknya disusun Neraca Komoditas yang akurat tidak dibuat asal jadi atas produk resin sehingga pasar dan pemenuhan kebutuhan resin dari produksi dalam negeri serta keperluan impor dapat dipetakan dengan jelas
Ketiga, Jika persaingan antara produk dalam negeri berlangsung dengan fair maka tidak ada alasan untuk melakukan pembatasan impor, karena sudah pasti akan merugikan industri pengguna. Jika dirasa ada persaingan yang tidak fair maka dapat diadukan KPPU. Jika diduga adanya praktek dumping karena bantuan insentif dari negara pengekspor resin ke Indonesia sehingga harga resin impor menjadi murah maka dapat diajukan permintaan penyelidikan ke KADI. Mekanisme tersebut yang seharusnya dilakukan bukan dengan pembatasan apalagi larangan impor
Keempat, Kementerian Perindustrian mengundang industri pengguna resin, misalnya Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) serta asosiasi lain untuk membahas dampak bagi usaha produsen pengguna resin sebagai akibat pembatasan impor resin. Juga dilakukan analisis dan perhitungan atas dampaknya pada harga, inflasi, penerimaan pajak, investasi dan perekonomian negara
Kelima, Sambil melakukan evaluasi ulang kebijakan pembatasan impor resin, batas waktu masa transisi 90 hari hendaknya diperpanjang paling sedikit 1 (satu) tahun sehingga cukup waktu untuk entri data pada INSW, proses rekomendasi Kemenperin, LS dan sebagainya beserta penyiapan seluruh data yang diperlukan yang tidak sedikit
Jakarta, Maret 2024