CATATAN KEBIJAKAN PUBLIK “PENURUNAN BIAYA LOGISTIK TIADA UJUNG, INPRES 5/2020 HANYA JADI KEBIJAKAN TANPA PELAKSANAAN NYATA”

CATATAN KEBIJAKAN PUBLIK “PENURUNAN BIAYA LOGISTIK TIADA UJUNG, INPRES 5/2020 HANYA JADI KEBIJAKAN TANPA PELAKSANAAN NYATA”

CATATAN KEBIJAKAN PUBLIK

“PENURUNAN BIAYA LOGISTIK TIADA UJUNG, INPRES 5/2020 HANYA JADI KEBIJAKAN TANPA PELAKSANAAN NYATA”

 

Latar Belakang

Biaya Logistik di Indonesia termasuk yang tertinggi di dunia dan tertinggi di Asean, dan porsi biaya logistik Indonesia saat ini sebesar 23 persen dari GDP sudah lama diketahui publik. Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia menilai, biaya logistik senilai Rp 1.820 triliun per tahun merupakan biaya logistik yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Malaysia yang hanya 13%, serta AS sebesar 9.9%, Jepang 10.6%, KorSel 16.3%, Singapore 8%, Thailand 20%, dan Vietnam 25%. (Sumber: Annual logistik Report)

Pemerintah juga telah mengambil Langkah dengan menetapkan kebijakan yang dituangkan dalam Instruksi Presiden (Inpres) No 5 Tahun 2020 tentang Ekosistem Logistik Nasional dan telah mengatur secara rinci kewajiban setiap K/L dalam suatu rencana aksi untuk meningkatkan kinerja logistik nasional yang terkoordinasi dan terintegrasi dalam penataan ekosistem logistik nasional.

Namun demikian pelaksanaan dari Inpres 5/2020 tersebut masih jauh dari tujuannya, diukur dari banyaknya keluhan pelaku usaha serta bahwa biaya logistik kenyataannya terus meningkat

Inpres No 5 Tahun 2020 tentang Ekosistem Logistik Nasional adalah kebijakan yang strategis dalam penataan ekosistem logistik nasional

            Inpres 5/2020 telah menetapkan rencana aksi 2020-2024 sesuai tugas dan kewenangan masing-masing K/L secara terkoordinasi dan terintegrasi dengan Menteri Koordinator Perekonomian sebagai koordinator dan integrator dan Menteri Keuangan bertanggungjawab atas penataan ekosistem logistik nasional dan didukung oleh: Menteri Perhubungan, Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian, Menteri dalam Negeri serta para Gubernur/Kepala daerah dan Gubernur Bank Indonesia. Pengawasan Pelaksanaan Inpres tersebut ditetapkan untuk dilaksanakan oleh Sekretaris Kabinet

Inpres 5/2020 juga telah menetapkan secara rinci kegiatan dan keluaran setiap K/L disertai tenggat waktunya. Sebagai contoh adalah di sektor pelayaran, telah ditetapkan rencana aksi untuk membuat platform kolaborasi untuk pemesanan kapal online sampai penyerahan Delivery Order (DO). Untuk hal tersebut akan dibuat dashboard jadwal, ruang muat kapal dsb dengan penanggungjawab Kementerian Keuangan. Rencana aksi semacam juga ditetapkan untuk sektor-sektor lain yang terkait dengan logistik nasional, yakni di bidang transportasi, simplifikasi proses dan kemudahan pelayanan

Peraturan Menteri sebagai Pelaksanaan Inpres 5/2020 sudah ada yang terbit namun diragukan efektivitasnya untuk mencapai tujuan Inpres 5/2020 tersebut

Untuk pelaksanaan Inpres No 5 Tahun 2020 tersebut telah diterbitkan beberapa Peraturan Menteri, yakni:

  1. Permenhub No. 42 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Permenhub No. 120 Tahun 2017 tentang Pelayanan Pengiriman Pesanan Elektronik (Delivery Order Online) untuk Barang Impor di Pelabuhan – 19 Juni 2020
  2. Permendag No. 92/2020 tentang Perdagangan Antar Pulau (disebut dalam rangka penerapan ekosistem logistik nasional) – 12 November 2020
  3. PMK 108 Tahun 2020 tentang Pembongkaran dan Penimbunan Barang Impor – 11 Agustus 2020
  4. PMK No. 109 Tahun 2020 tentang Kawasan Pabean dan Tempat Penimbunan Sementara – 11 Agustus 2020
  5. PMK No. 97 Tahun 2020 tentang Perubahan atas PMK No. 158 Tahun 2017 tentang Tata Laksana Penyerahan Pemberitahuan Rencana kedatangan Sarana Pengangkutan Manifes Keberangkatan Sarana Pengangkut – 24 Juli 2020

Permasalahan yang sangat kompleks dalam logistik (dari pembahasan pada rapat di Kemenko Marinvest)

Dari Rapat di Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi (bukan Kementerian Perekonomian sebagaimana ditetapkan sebagai koordinator dan integrator dalam Inpres 5/2020) pada tanggal 11 Juli 2022, yang mengundang Para Pelaku Usaha/Industri pengguna jasa logistik, INSA, Seskab, Stratnas PK, LNSW dan PH&H sebagai Pengamat Kebijakan Publik, terungkap adanya beberapa hal penting antara lain sebagai berikut:

  1. Pelaku Usaha/Industri Pengguna Jasa Logistik menyampaikan:
  2. Biaya Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) yang tinggi, tidak jelas dan tersembunyi
  3. Sistem online tiket dinyatakan habis tapi bisa didapat dari luar sistem dengan membayar lebih mahal
  4. Biaya Logistik terus naik dan hal itu sangat sensitif bagi konsumen akhir
  5. Salah satu pelaku usaha menyampaikan bahwa angkutan laut porsinya 10% akan tetapi volumenya 15% dan biayanya 35%
  6. Biaya angkutan laut tidak dapat diprediksi. Kenaikan tarif 20% akan meningkatkan biaya logistik 6%
  7. Informasi yang diterima pengguna jasa logistik, kapal sangat kurang, angkutan balik sangat mahal
  8. Pelaporan (ke INSW, Kemendag) sangat memberatkan pelaku usaha
  9. Penertiban Truk Over Dimension Over Load (ODOL) agar ditunda dahulu
  10. Asosiasi Pemilik Kapal (INSA) mengeluhkan otoritas terkait pelayaran a.l: “denda” yang besar karena kesalahan dokumen ditambah biaya kapal yang ditahan, dwelling time yang masih lama (kecuali Tanjung Priok yang lumayan), adanya pungutan PNBP sampai tiga kali. Permenhub tentang tingkat pelayanan yang tidak terlaksana
  11. Dari Stratnas PK, Pengamat Kebijakan Publik dan peserta rapat lainnya disampaikan beberapa saran, antara lain:
  12. Pengurangan disparitas tarif logistik daerah
  13. Perlunya perbaikan layanan hampir di semua bidang (sistem layanan, administrasi dsb)
  14. Perlu dibuat Neraca Kapal
  15. Memperbaiki tumpang tindih regulasi
  16. Menghilangkan layanan tidak resmi seperti TKBM
  17. Menetapkan standar layanan
  18. Menjajagi kemungkinan penetapan komponen tarif logistik

Kesimpulan

  1. Inpres 5 Tahun 2020 sebenarnya sangat strategis dan sangat rinci untuk menata ekosistem logistik nasional dan bahkan telah diikuti dengan peraturan menteri untuk pelaksanaannya, namun pada kenyataan di lapangan tidak ada perubahan keadaan dan biaya logistik masih terus meningkat tanpa kejelasan
  2. K/L yang ditetapkan dalam Inpres tersebut belum melaksanakan fungsinya sebagaimana ditetapkan, misal: koordinasi dan integrasi seharusnya oleh Kemenko Perekonomian dan pengawasan seharusnya oleh Sekretaris Kabinet
  3. Semua pihak terkait cenderung saling menyalahkan pihak lainnya yang bertanggungjawab atas kenaikan biaya logistik dan pada akhirnya Pelaku Usaha/Pengguna jasa Logistik lah yang menjadi “korban” untuk membayar dampak biaya atas semua hal yang terjadi dalam logistik

Rekomendasi Kebijakan

  1. Evaluasi ulang secara menyeluruh pelaksanaan Inpres 5/2020 agar berjalan efektif. Tekankan pada pelaksanaan program yang nyata dan tidak justru menambah beban pelaku usaha pengguna jasa logistik
  2. Apabila diperlukan, adakan perubahan Inpres 5/2020 menjadi program aksi yang dapat dilaksanakan di lapangan bukan hanya sekedar peraturan, termasuk kemungkinan perubahan penanggungjawab, pengawas dan pendukungnya
  3. Mengingat penting dan besarnya biaya logistik dalam perekonomian nasional pertimbangkan kemungkinan menetapkan tarif batas atas komponen biaya logistik (misal tarif kapal seperti tarif penerbangan) sehingga komponen biaya yang tidak perlu dan tidak jelas dapat hilang dengan sendirinya
  4. Fasilitasi Pelaku Usaha/Pengguna Jasa Logistik untuk membentuk asosiasi sehingga memiliki nilai tawar terhadap biaya logistik dan dapat membantu pemerintah menurunkan biaya logistik

 

 

Jakarta, Juli 2022

Leave a Comment