
Oleh: PH&H, Public Policy Interest Group
Dari statistik angka pandemi Covid-19 di Indonesia sejatinya telah menurun hingga awal Bulan Mei 2021, namun demikian sejak Lebaran pertengahan Mei angka-angka positif terpapar Covid-19 meningkat dengan sangat cepat.
Tabel #1 Rata-rata spesimen harian dan angka positif harian serta rasionya selama Bulan Januari-Juni 2021 dan tanggal 8 Juli saat paper ini ditulis
Dari Tabel # 1 di atas dapat disimpulkan bahwa:
Dalam paper ini rasio antara angka jumlah orang yang positif dengan jumlah spesimen tidak disebut dengan positivity rate karena istilah tersebut banyak menimbulkan interpretasi yang berbeda, antara lain:
Sebagai contoh adalah angka-angka pada tanggal 8 Juli 2021 yang dapat sangat berbeda jika menggunakan angka PCR dan TSM saja, PCR, TSM dan Antigen, serta jika hanya melihat dari orang yang diperiksa, sebagai berikut:
Karena angka-angka tersebut merupakan bilangan penyebut sedangkan angka pembilangnya adalah angka jumlah positif, maka positivity rate dapat sangat berbeda antara satu dan lainnya
Pada tulisan ini yang dipakai adalah Rasio Positif dengan Spesimen (RPS) bukan positivity rate. Rasio ini dipakai untuk menganalisis kenaikan jumlah orang yang positif dibanding jumlah spesimen yang diambil hari itu meliputi PCR, TSM dan Antigen karena akan dipakai hanya untuk melihat trend dari RPS.
Dari table diatas terlihat bahwa RPS meningkat drastis dari angka terendah 7.27 persen di Bulan Mei menjadi 11.23 persen di Bulan Juni dan menjadi 19.13 persen pada tanggal 8 Juli. Sehingga setiap 10 orang yang diambil spesimennya dua orang diantaranya adalah positif. Angka tersebut tentu akan jauh lebih tinggi jika test antigen tidak dihitung dan lebih tinggi lagi jika berdasar jumlah orang yang diperiksa
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penularan semakin tinggi setelah Lebaran pada media Mei. Tindakan PPKM Darurat adalah hal yang seharusnya bahkan dapat disebut terlambat karena seharusnya sudah dimulai sejak awal Juni 2021. Perhitungan angka penularan yang lebih akurat menggunakan angka Rt dan Ro, namun angka ini tidak pernah dipublikasikan pemerintah ke publik.
Dari Tabel #1 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan pengambilan spesimen dengan jumlah yang cukup signifikan, dari rata-rata hanya 66.000 per hari di Bulan Mei menjadi 105.000 di bulan Juni dan telah diambil spesimen 200.000 lebih pada tanggal 8 Juli 2021.
Standar WHO untuk pengambilan spesimen adalah seribu spesimen per satu juta penduduk dalam seminggu. Jadi untuk Indonesia standar spesimen yang harus diambil adalah 270.000 seminggu atau 38.500 per hari. Sehingga angka pengambilan spesimen saat ini sebenarnya sudah jauh di atas standar WHO (lebih 200.000 pada tanggal 8 Juli 2021). Namun demikian disbanding negara lain Indonesia masih sangat sedikiit dalam pengambilan spesimen, sebagaimana Tabel # 2 berikut:
Tabel # 2 Jumlah Spesimen yang telah diambil dari beberapa negara (Sumber: Worldometer)

Berdasar Tabel #2 di atas jelas terlihat bahwa Indonesia masih sangat kecil di dalam pengambilan spesimen disbanding negara lain. Negara-negara seperti USA bahkan mengambil spesimen hampir dua kali dari jumlah penduduknya dan UK hampir empat kali jumlah penduduknya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa negara-negara ini menghitung spesimen berdasar jumlah spesimen bukan berdasar orang. Tidak diketahui apakah termasuk test di luar PCR dan TSM. Standar Test seribu per satu juta penduduk per minggu sesuai standar WHO sudah sangat jauh dilampaui
Bahkan dibanding negara tetangga seperti India, Malaysia dan Filipina dengan telah memperhatikan jumlah penduduknya, Indonesia melakukan test yang paling sedikit.